BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Persalinan
patologis merupakan persalinan yang berada dalam kondisi sulit atau buruk
sehingga membawa akibat yang buruk pula pada ibu hamil dan anak, bahkan
kematian.
Kematian
ibu atau kematian maternal adalah kematian seorang ibu sewaktu hamil atau dalam
waktu 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan, tidak bergantung pada tempat atau
usia kehamilan. Indikator yang umum digunakan dalam kematian ibu adalah angka
kematian ibu (maternal mortality ratio)
yaitu jumlah kematian ibu dalam 100.000 kelahiran hidup (Prawirohardjo, 2011).
Indonesia
merupakan negara di kawasan Asia yang mengalami kegagalan dalam pencapaian
target penurunan AKI. Padahal dari baseline MDGs yang dimulai pada tahun 1990,
AKI Indonesia sebenarnya jauh lebih baik dibandingkan beberapa negara lain di
kawasan Asia. AKI Indonesia pada tahun 1990 sekitar 390 per 100.000 kelahiran
hidup, jauh lebih rendah dibandingkan Kamboja, Myanmar, Nepal, India, Bhutan,
Bangladesh dan Timor Leste (SDKI, 2012).
Pada
data terakhir survey SDKI (2012), terjadi peningkatan AKI sebesar 359 per 100.000
kelahiran hidup. Bandingkan dengan Kamboja yang sudah mencapai 208 per 100.000
kelahiran hidup, Myanmar sebesar 130 per 100.000 kelahiran hidup, Nepal sebesar
193 per 100.000 kelahiran hidup, India sebesar 150 per 100.000 kelahiran hidup,
Bhutan sebesar 250 per 100.000 kelahiran hidup, Bangladesh sebesar 200 per
100.000 kelahiran hidup. Bahkan kini Indonesia sudah tertinggal dengan Timur
Leste dalam pencapaian AKI, dimana AKI Timor Leste mencapai 300 per 100.000
kelahiran hidup.
Bila
melihat target MDGs 2015 untuk AKI, target Indonesia adalah menurunkan AKI
mencapai 102 per 100.000 kelahiran hidup. Dengan posisi 359 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2012 maka akan sangat sulit bagi pemerintah untuk
mencapai target penurunan AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup pada
tahun 2015 (SDKI, 2012).
Penyebab
langsung kematian Ibu sebesar 90% terjadi pada saat persalinan dan segera setelah
persalinan (SKRT 2001). Penyebab langsung kematian Ibu adalah perdarahan (28%),
eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Penyebab tidak langsung kematian Ibu antara
lain Kurang Energi Kronis/KEK pada kehamilan (37%) dan anemia pada kehamilan
(40%). Kejadian anemia pada ibu hamil ini akan meningkatkan risiko terjadinya
kematian ibu dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia. Sedangkan berdasarkan
laporan rutin PWS tahun 2007, penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan
(39%), eklampsia (20%), infeksi (7%) dan lain-lain (33%) (SDKI, 2012).
Di
provinsi Banten tahun 2012 ibu yang
bersalin sebanyak 225.939 orang, yang ditolong oleh Nakes ada sekitar 201.225
orang atau 10,95% ditolong oleh dukun dan 80,05% ditolong oleh nakes. Dan angka
kematian ibu di provinsi Banten sebanyak 237/100.000 kelahiran.
Angka kematian ibu di Provinsi
Banten pada tahun 2012, di Kota Tangerang Selatan 12/100.000 Kelahiran, Kota
Serang 12/100.000, Kota Cilegon 18/100.000, Kota Tangerang 13/100.000, Serang
57/100.000, Tangerang 34/100.000, Lebak 44/100.000, Pandeglang 47/100.000 dan
beberapa penyebab kematian ibu antara lain yaitu perdarahan 29,11%, hipertensi
dalam kehamilan 28,27%, infeksi 5,49 %, abortus 1,69%, partus lama 0,42 %,
lain-lain 35,02% (Depkes, Banten 2012).
Menurut Pranata yang dikutip oleh
Rahmawati (2011), Program yang dilakukan untuk menurunkan AKI dan AKB dari
aspek medis, kebijakan dan manajemen pelayanan kesehatan, antara lain dengan
meningkatkan cakupan dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan maternal.
Untuk meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan, sudah dilakukan kegiatan
dengan target meningkatkan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan terampil,
meningkatkan cakupan pelayanan komplikasi obstetri dan neonatal berkualitas,
meningkatkan dan melaksanakan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi dasar
(PONED) di Puskesmas dengan tempat tidur di setiap Kabupaten/Kota dan
meningkatkan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi komprehensif (PONEK)
selama 24 jam di Rumah sakit Kabupaten/Kota.
Harapan untuk Menurunkan AKI, Pemerintah
bekerjasama dengan WHO mengembangkan
program ”safe motherhood” dan ”making
pregnancy safer” yang kemudian lebih dikenal
dengan istilah MPS. Ada 4 strategi yang digunakan
untuk menciptakan kondisi persalinan yang aman
antara lain dengan meningkatkan cakupan dan kualitas
pelayanan kesehatan maternal, meningkatkan hubungan
lintas sektor, memberdayakan ibu dan keluarga,
yang terakhir adalah meningkatkan pemberdayaan
masyarakat (Pranata, 2011).
1.2
Tujuan
1.2.1
Tujuan
Umum
Diharapkan mahasiswa dapat melakukan manajemen Asuhan
Kebidanan Pada Ibu Bersalin secara menyeluruh sehingga dapat melakukan deteksi
dini pada persalinan dan menurunkan angka kematian ibu dan meningkatkan derajat
kesehatan ibu.
1.2.2
Tujuan
khusus
1. Dapat
melakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data baik melalui pemeriksaan
fisik dan penunjang yang dibutuhkan untuk menilai keadaan pasien secara
menyeluruh .
2. Dapat
melakukan interpretasi data asuhan kebidanan kegawatdaruratan, dapat
mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial asuhan kebidanan
kegawatdaruratan.
3. Dapat
memberikan atau melaksanakan tindakan segera atau anticipatory, merencanakan,
melaksanakan atau dapat memberikan asuhan kebidanan, mengevaluasi asuhan
kebidanan kegawatdaruratan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persalinan
2.1.1 Pengertian
Persalinan
Persalinan
merupakan proses pergerakan keluarnya janin, plasenta, dan membran dari dalam
rahim melalui jalan lahir. Proses ini
berawal dari pembukaan dan dilatasi serviks sebagai kontraksi uterus dengan
frekuensi, durasi, dan kekuatan yang teratur (Rohani, 2011).
2.1.2. Klasifikasi Atau Jenis Persalinan
Menurut
Rohani (2011), Ada 2 klasifikasi persalinan, yaitu berdasarkan teknik dan usia
kehamilan.
1. Jenis
persalinan berdasarkan cara persalinan
a. Persalinan
spontan yaitu seluruh persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri.
b. Persalinan
buatan yaitu bila persalinan berlangsung dengan bantuan tenaga dari luar.
c. Persalinan
anjuran yaitu bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari
luar dengan jalan pemberian rangsang.
2. Menurut
usia kehamilan dan berat janin yang dilahirkan
a. Abortus
adalah terhentinya proses kehamilan sbelum janin dapat hidup (viable), berat janin dibawah 1.000 gram,
atau usia kehamilan dibawah 28 minggu.
b. Partus
prematurus adalah persalinan dari hasil konsepsi pada umur kehamilan 28-36
minggu. Janin dapat hidup, tetapi prematur; berat janin antara 1.000-2500 gram.
c. Partus
matures/aterm (cukup bulan) adalah partus pada umur kehamilan 37-40 minggu,
janin matur, berat badan diatas 2.500 gram.
d. Partus
postmatur (serotinus) adalah persalinan yang terjadi 2 minggu atau lebih dari
waktu partus yang ditaksir, janin disebut postmatur.
e. Partus
presipitatus adalah partus yang berlangsung cepat, mungkin dikamar mandi, diatas
kendaraan, dan sebagainya.
f. Partus
percobaan adalah suatu penilaian kemajuan persalinan untuk memperoleh bukti
tentang ada atau tidaknya Cephalo Pelvix
Disproportion (CPD).
2.1.3
Sebab- Sebab Mulainya
Persalinan
Hal
yang menjadi penyebab mulanya persalinan belum diketahui benar, yang ada
hanyalah merupakan teori-teori yang kompleks.
Perlu diketahui bahwa ada dua hormon yang dominan saat hamil ( Rohani,
2011).
1.
Estrogen
a. Meningkatkan
sensivitas otot rahim.
b. Memudahkan
penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsangan
prostaglandin, serta rangsangan mekanis.
2.
Progesteron.
a. Menurunkan
sensivitas otot rahim.
b. Menyulitkan
penerimaan dari luar seperti rangsangan oksitosin, rangsangan prostaglandin,
serta rangsangan mekanis.
c. Menyebabkan
otot rahim dan otot polos relaksasi.
2.1.4
Teori Penyebab
Persalinan
Teori penyebab
persalinan menurut Rohani (2011):
a. Teori Keregangan
Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas
tertentu. Setelah melewati batas waktu
tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan
dapat dimulai. Keadaan uterus yang terus
membesar menjadi tegang mengakibatkan iskemi otot-otot uterus.
b. Teori Penurunan Progesteron
Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim,
sebaiknya estrogen meningkatkan kontraksi otot rahim. Selama kehamilan, terdapat keseimbangan
antara kadar progesteron dan estrogen di dalam darah tetapi pada akhir
kehamilan kadar progesteron menurun sehingga timbul his.
c. Teori Oksitosin Internal
Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hypofisis pars
posterio. Perubahan keseimbangan
estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot rahim, sehingga
sering terjadi kontraksi Braxton-hicks.
Menurunnya konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan, maka
oksitosin dapat meningkatkan aktivitas sehingga persalinan dimulai.
d. Teori Prostaglandin
Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan
15 minggu, yang dikeluarkan oleh desidua.
Pemberian prostaglandin pada saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot
rahim sehingga terjadi persalinan.
Prostaglandin dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya persalinan.
2.1.5
Tahapan persalinan
Menurut
Sumarah (2009), persalinan dibagi menjadi 4 tahap yaitu kala I serviks membuka
dari 0 sampai 10 cm. Kala II dinamakan kala pembukaan. Kala II disebut kala
pengeluaran, oleh karena kekuatan his dan kekuatan mengedan, janin didorong
keluar sampai lahir. Kala III disebut kala urie, plasenta terlepas dari dinding
uterus dan dilahirkan. Kala IV mulai lahirnya plasenta sampai 2 jam kemudian,
dalam kala tersebu di observasi apakah terjadi perdarahan postpartum.
Kala
I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan serviks,
sehingga menjadi pembukaan lengkap (10 cm) (Rohani, 2011).
1. Kala
I
Persalinan
kala I dibagi menjadi dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif.
1.
Fase laten, dimana
pembukaan serviks berlangsung lambat dimulai sejak awal kontraksi yang
menyebabkan penipisan dan pembukaan secara bertahap sampai pembukaan 3 cm,
berlangsung 7-8 cm.
2.
Fase aktif (pembukaan
serviks 4-10 cm), berlangsung selama 6 jam dan dibagi dalam 3 fase.
a.
Fase akselerasi : Pembukaan dari 3 cm menjadi 4
cm,berlangsung selama 2 jam
b.
Fase dilatasi maksimal : Pembukaan dari 4 cm menjadi 9 cm,
berlangsung selama 2 jam
c.
Fase deselerasi : Pembukaan dari 9 cm sampai 10 cm atau
lengkap, berlangsung selama 2 jam.
Pada fase aktif persalianan,
frekuensi dan lama kontraksi uterus umumnya meningkat ( kontraksi dianggap
adekuat jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit dan berlangsung
selama 40 detik atau lebih) dan terjadi penurunan bagian terbawah janin.
Berdasarkan kurve friedman, diperhitungkan pembukaan pada primigravida 1 cm/jam
dan pembukaan multigravida 2 cm/jam.
2. Kala
II ( Kala Pengeluaran Janin)
Kala
II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II pada primipara berlangsung selama 2 jam
dan pada multipara 1 jam.
Tanda dan gejala kala II:
a. His
semakin kuat, dengan interval 2-3 menit.
b. Ibu
merasa ingin meneran bersamaan dengan adanya kontraksi.
c. Ibu
merasakan makin meningkatnya tekanan pada rektum dan/atau vagina.
d. Perineum
terlihat menonjol
e. Vulva-vagina
dan sfingter ani terlihat membuka.
f. Peningkatan
pengeluaran lendir dan darah.
Pada
kala II, his terkoordinasi kuat, cepat, dan lebih lama; kira-kira 2-3 menit
sekali. Kepala janin sudah turun dan masuk ruang panggul, sehingga terjadilah
tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa
ingin meneran. Karena tekanan rektum, ibu merasa mau buang air besar, dengan
tanda anus terbuka. Pada waktunya terjadi his, kepala janin mulai kelihatan,
vulva membuka, dan perinium meregang.
Dengan his meneran yang terpimpin, maka akan lahir kepala diikuti
seluruh badan janin.
3.
Kala III ( Kala
Pengeluaran Plasenta)
Kala III
persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta
dan selaput ketuban. Seluruh proses biasanya berlangsung 5-30 menit setelah
bayi lahir.
4.
Kala IV (Kala
Pengawasan)
Kala IV dimulai
setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah proses persalinan.
Observasi yang
harus dilakukan pada kala IV.
a. Tingkat
kesadaran.
b. Pemeriksaan
tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, dan pernapasan.
c. Kontraksi
uterus.
d. Terjadinya
perdarahan, perdarahan dianggap masih normal jika jumlah darahnya tidak
melebihi 400 sampai 500 cc.
2.1.6
Tanda – tanda persalinan
Menurut Rohani
(2011), Sebelum terjadi persalinan beberapa minggu sebelumnya wanita memasuki
kala pendahuluan (preparatory stage of
labor), dengan tanda-tanda sebagai berikut,
1. Terjadi
lightening
Menjelang minggu
ke-36 pada primigravida, terjadi penurunan fundus uteri karena kepala bayi
sudah masuk PAP. Pada multigravida, tanda ini tidak begitu kelihatan.
Mulai menurunnya bagian terbawah bayi ke
pelvis terjadi sekitar 2 minggu menjelang persalian. Bila bagian terbawah bayi
telah turun, maka ibu akan merasa tidak nyaman; selain napas pendek pada
trimester 3, ketidaknyamanan disebabkan karena adanya tekanan bagian terbawah
pada struktur daerah pelvis, secara spesifik akan mengalami hal berikut.
a. Kandung
kemih tertekan sedikit, menyebabkan peluang untuk melakukan ekspansi berkurang,
sehingga frekuensi berkemih meningkat.
b. Meningkatnya
tekanan oleh sebagian besar bagian janin pada saraf yang melewati foramen
obturatuor yang menuju kaki, menyebabkan sering terjadi kram kaki.
c. Meningkatnya
tekanan pada pembuluh darah vena menyebabkan terjadinya udema karena bagian
terbesar dari janin menghambat darah yang kembali dari bagian bawah tubuh.
2. Terjadinya
his permulaan
Sifat his
permulaan (palsu) adalah sebagai berikut.
a. Rasa
nyeri ringan dibagian bawah.
b. Datang
tidak teratur
c. Tidak
ada perubahan pada serviks atau pembawa tanda.
d. Durasi
pendek
e. Tidak
bertambah bila beraktivitas.
3. Perut
kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun.
4. Perasaan
sering atau susah buang air kecil karena kandung kemih tertekan oleh bagian
terbawah janin.
5. Serviks
menjadi lembek, mulai mendatar, dan sekresinya bertambah, kadang bercampur
darah (bloody show). Dengan
mendekatnya persalian, maka serviks menjadi matang dan lembut, serta terjadi
obliterasi serviks dan kemungkinan sedikit dilatasi.
Persalinan
dimulai (inpartu) pada saat uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada
serviks (membuka dan menipis), berakhir dengan lahirnya plasenta secara
lengkap. Pada ibu yang belum infartu,
kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan pada serviks.
Tanda dan gejala inpartu
1. Timbul
rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering, dan teratur.
2. Keluar
lendir bercampur darah (bloody show)
yang lebih banyak karena robekan kecil pada seviks. Sumbatan mukus yang berasal
dari sekresi sevikal dari proliferasi kelenjar mukosa servikal pada awal
kehamilan, berperan sebagai barier protektif dan menutup servikal selama
kehamilan. Bloody show adalah
pengeluaran ari mukus.
3. Kadang-kadang
ketuban pecah dengan sendirinya. Pemecahan membran yang normal terjadi pada
kala I persalinan. Hal ini terjadi pada 12% wanita, dan lebih dari 80% wanita
akan memulai persalinan secara spontan dalam 24 jam.
4. Pada
pemeriksaan dalam: serviks mendatar dan pembukaan telah ada. Berikut ini adalah
perbedaan penipisan dan dilatasi serviks antara nulipara dan multipara.
a. Nulipara
Biasanya sebelum
persalinan, serviks menipis sekitar 50-60% dan pembukaan sampai 1 cm; dan
dengan dimulainya persalinan, biasanya ibu nulipara mengalami penipisan serviks
50-60%, kemudian mulai terjadi pembukaan.
b. Multipara
Pada multipara
sering kali serviks tidak menipis pada awal persalinan, tetapi hanya membuka
1-2 cm. Biasanya pada multipara serviks akan membuka, kemudian diteruskan
dengan penipisan.
5. Kontraksi
uterus mengakibatkan perubahan pada serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10
menit).
2.1.7 Faktor Yang
Mempengaruhi Persalinan
Menurut
Moudy, dkk ( 2013), ada 5 (lima)
faktor yang mempengaruhi persalinan, yaitu 3 (tiga) faktor utama; jalan lahir (passage way), janin (passanger), kekuatan (power) dan 2 faktor lainnya; posisi (position), psikolog ibu (psychology).
1. Passage
( jalan lahir)
Passage
way merupakan jalan lahir dalam persalinan berkaitan keadaan segmen atas dan segmen bawah rahim
pada persalinan. Segmen atas memegang peran yang aktif karena berkontraksi dan
dingdingnya bertambah tebal dengan majunya persalinan. Sebaliknya segmen bawah
rahim memegang peran pasif dan makin tipis dengan majunya persalinan karena
peregangan.
Jalan lahir terdiri dari pelvis dan
jaringan lunak serviks, dasar panggul, vagina, introitus vagina ( bagian
luar/lubang luar dari vagina). Walaupun
jaringan lunak terutama otot dasar panggul membantu kelahiran bayi tetapi
pelvik ibu jauh lebih berperan dalam proses kelahiran.
Bidang hodge adalah bidang semu sebagai pedoman
untuk menentukan kemajuan persalinan yaitu seberapa jauh penurunan kepala
melalui pemeriksaan dalam atau vagina toucher (VT).
Menurut Rohani (2011), adapun bidang hodge
sebagai berikut:
a. Hodge
I: bidang yang setinggi pintu atas panggul (pap) yang dibentuk oleh
promontorium, artikulasio sakro-iliaka, sayap sacrum, linia inomiata, ramus
superior os pubis, tepi atas sympisis pubis.
b. Hodge
II: bidang setinggi pinggir bawah sympisis pubis, berhimpit dengan PAP (Hodge
I).
c. Hodge
III: bidang setinggi spina ischiadica berhimpit dengan PAP (hodge I).
d. Hodge
IV: bidang setinggi ujung koksigis berhimpit dengan PAP (hodge I).
Tabel
2.2
Perbandingan Hasil Pemeriksaan Luar Dan
Dalam
kepala diatas PAP mudah digerakkan
|
=4/5
|
sulit digerakkan bagian terbesar kepala belum masuk PAP
|
=3/5
|
bagian terbesar kepala belum masuk panggul
|
=2/5
|
Bagian terbesar kepala sudah masuk panggul
|
=1/5
|
Sumber : Rohani, dkk (2011) : hal 85
2. Passenger
(Janin Dan Plasenta)
Menurut Rohani (2011), cara penumpang
(passenger) atau janin bergerak di sepanjang jalan lahir merupakan akibat
interaksi beberapa faktor, yaitu ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap,
dan posisi janin.
Plasenta juga harus melalui jalan lahir
sehingga dapat juga dianggap sebagai penumpang yang menyertai janin. Namun,
plasenta jarang menghambat proses persalinan pada kelahiran normal.
Janin dapat mempengaruhi jalanya
kelahiran karena ukuran dan presentasinya. Kepala banyak mengalami cedera pada
persalinan sehingga dapat membahayakan hidup dan kehidupan janin. Pada persalinan, oleh karena tulang-tulang
masih dibatasi fontanel dan sutura yang belum keras, maka pinggir tulang dapat
menyisip antara tulang satu dengan tulang yang lain atau disebut molage/molase
sehingga kepala bayi bertambah kecil. Biasanya apabila kepala janin sudah
lahir, maka bagian-bagian lain dari janin akan dengan mudah menyusul.
Bagian presentasi adalah bagian tubuh
janin yang pertama kali teraba oleh jari pemeriksa saat melakukan pemeriksaan
dalam. Faktor-faktor yang menentukan bagian presentasi adalah letak janin,
sikap janin, dan ekstensi atau fleksi kepala janin. Istilah-istilah yang
dipakai untuk kedudukan janin dalam rahim adalah sebagai berikut:
a.
Sikap ( Attidude= habitus)
Menunjukkan
hubungan bagian-bagian janin dengan sumbu janin, biasanya terhadap tulang
punggungnya. Janin umumnya dalam sikap fleksi di mana kepala, tulang punggung,
dan kaki dalam keadaan fleksi, serta lengan bersilang didada.
Sikap adalah
hubungan bagian tubuh janin yang satu dengan bagian yang lain. janin mempunyai
postur yang khas (sikap) saat berada di dalam rahim.
b.
Letak janin
Letak janin
adalah bagaimana sumbu janin berada pada
sumbu ibu. Letak adalah hubungan antara sumbu panjang (punggung) janin
terhadap sumbu panjang atau (punggung)
ibu. Ada dua macam letak yaitu:
a. Memanjang
atau vertikal, dimana sumbu panjang janin paralel dengan sumbu panjang ibu.
b. Melintang
atau horisontal, dimana sumbu panjang janin membentuk sudut terhadap sumbu
panjang ibu. Letak memanjang dapat berupa presentasi kepala atau presentasi
sakrum.
c.
Posisi janin
Posisi merupakan
indikator untuk menetapkan arah bagian terbawah janin apakah sebelah kanan,
kiri, depan, atau belakang kepala (LBK), ubun-ubun kecil kiri depan (UUK), atau
kanan belakang.
Posisi adalah hubungan antara bagian
presentasi (oksiput, sakrum, mentum (dagu) sinsiput, puncak kepala yang
defleksi/menengadah) terhadap 4 kuadran panggul ibu. Posisi dinyatakan dengan
singkatan yang terdiri atas huruf pertama masing-masing kata kunci;OAKa= posisi
Oksipito Anterior Kanan.
d.
Presentasi
Presentasi
digunakan untuk menentukan bagian janin yang ada dibagian bawah rahim yang
dijumpai pada palpasi atau pada pemeriksaan dalam. Misalnya presentasi kepala,
bokong,bahu, dan lain-lain.
e.
Bagian terbawah (presenting part)
Sama dengan
presentasi, hanya diperjelas istilahnya. Presentasi adalah bagian janin yang
pertama kali memasuki pintu atas panggul dan uterus melalui jalan lahir saat
persalinan mencapai aterm. Tiga presentasi janin yang utama ialah kepala (96%);
sungsang; (3%); dan bahu (1%).
3. Power
(kekuatan)
Kekuatan
terdiri dari kemampuan ibu melakukan kontraksi involunter dan volunter secara
bersamaan untuk megeluarkan janin dan plasenta dari uterus. Kontraksi
involunter disebut juga kekuatan primer, menandai dimulainya persalinan.
Apabila serviks berdilatasi, usaha volunter dimulai untuk mendorong yang
disebut kekuatan sekunder, dimana kekuatan ini memperbesar kekuatan kontraksi
involunter.
Kekuatan
primer berasal dari titik pemicu tertentu yang terdapat pada penebalan lapisan
otot disegmen uterus bagian atas dari titik pemicu, kontraksi dihantar ke
uterus bagian bawah dalam bentuk glombang, diselingi periode istrahat singkat.
Dalam kekuatan primer ada frekuensi yaitu waktu antara kontraksi( waktu antar
awal kontraksi dengan kontraksi berikutnya), durasi yaitu lama kontraksi dan
intensitas yaitu kekuatan kontraksi. Kekuatan primer membuat serviks menipis
(effacement) dan berdilatasi yang terjadi penurunan janin.
Kekuatan sekunder terjadi setelah bagian presentasi mencapai bagian
dasar panggul, sifat kontraksi berubah yakni bersifat mendorong keluar. Sehingga ibu merasa ingin mengedan,
usaha mendorong kebawah ini yang disebut kekuatan sekunder. Kekuatan sekunder
tidak mempengaruhi dilatasi serviks, tetapi setelah dilatasi serviks lengkap.
Kekuatan ini penting untuk mendorong bayi keluar dari uterus dan vagina. Jika
dalam persalinan seorang wanita melakukan usaha mengedan terlalu dini, dilatasi
serviks akan terhambat. Mengedan akan melelahkan ibu dan menimbulkan trauma
pada serviks (rohani, 2011).
4. Posisi
Ibu
Posisi
ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi persalian. Posisi tegak memberi
sejumlah keuntungan. Mengubah posisi membuat rasa letih hilang, membuat rasa
nyaman dan memperbaiki sirkulasi. Posisi tegak meliputi posisi berdiri,
berjalan, duduk, jongkok. Posisi tegak memungkinkan gaya gravitasi membuat
penurunan janin. Kontraksi uterus membuat lebih kuat dan lebih efisien untuk
membantu penipisan dan dilatasi serviks, sehingga persalinan lebih cepat.
Posisi tegak dapat mengurangi insiden penekanan tali pusat. Posisi tegak juga
menguntungkan curah hujan ibu yang dalam kondisi normal meningkat selama
persalinan seiring kontraksi uterus mengembalikan darah keanyaman pembuluh
darah. Posisi tegak juga membantu mengurangi tekanan pada pembuluh ibu dan mencegah komprensi pembuluh darah.
Saat janin menuruni jalan lahir, tekanan bagian presentasi pada reseptor regag
dasar panggul merangsang refleks mengedan ibu. Rangsangan reseptor tegang ini
akan merangsang pelepasan oksitosin dari hipopisis posterior (refleks
ferguson). Pelepasan oksitosin menambah intensitas kontraksi uterus. Apabila
ibu mengedan pada posisi duduk atau jongkok otot-otot abdomen bekerja lebih sinkron
atau saling menguatkan dengan kontraksi rahim (Moudy, 2013).
5. Psikologis
Tingkat
kecemasan wanita selama bersalin akan meningkat jika wanita tersebut tidak
memahami apa yang terjadi dengan dirinya, ibu bersalin biasanya akan
mengutarakan kekhawatirannya jika di tanya. Perilaku dan penampilan wanita
serta pasangannya merupakan petunjuk berharga tentang jenis dukungan yang akan
diperlukannya. Membantu wanita berpartisipasi sejauh yang diinginkan dalam
melahirkan, memenuhi harapan wanita akan hasil akhir persalinan. Dukungan
psikologis dari orang-orang terdekat akan membantu memperlancar proses
persalinan yang sedang berlangsung. Tindakan mengupayakan rasa nyaman dengan
menciptakan suasanan nyaman, memberikan sentuhan, masasse punggung (Moudy,
2013).
2.2 PERSALINAN
DENGAN DISTENSI UTERUS ANTARA LAIN KEHAMILAN TUNGGAL DENGAN ANAK BESAR,
HIDRAMNION, KEHAMILAN GANDA DAN PROLAPSUS TALI PUSAT
`2.2.1 MAKROSOMIA/ BABY GIANT
2.2.1.1 Pengertian Baby Giant
Makrosomia adalah salah satu komplikasi pada kehamilan yang akan berdampak
buruk padapersalinan dan pada saat bayi lahir apabila komplikasi tersebut tidak
dideteksi secara dini dansegera ditangani. Bayi besar (makrosomia) adalah bayi
yang begitu lahir memiliki bobot lebihdari 4000 gram. Padahal pada normalnya,
berat bayi baru lahir adalah sekitar 2.500-4000 gram.Berat neonatus pada
umumnya kurang dari 4000 gram dan jarang melebihi 5000 gram. Frekuensiberat
badan lahir lebih dari 4000 gram adalah 5,3% dan yang lebih dari 4500 gram
adalah 0,4%.(www.wikimu.com).Dapat didefinikan
sebagai janin dengan berat 4000 gram/lebih. Keadaan ini berhubungan dengan
multiparitas,usia maternal yang tua,obesitas yang berat, pertambahan berat
badan yang cepat, diabetes mellitus, dan kehamilan serotin, walaupun nilai
prediktif faktor resiko tunggal adalah rendah, yaitu hanya 6% kehamilan dengan
diabetic, 10% dengan obesitas yang berat dan 21% pada kehamilan serotin.
Jika
skrining rutin glukosa dilakukan sebelumnya pada gravid, kecurigaan janin besar
sekarang harus segera mengarahkan pada pemeriksaan pemberian glukosa satu jam (
menentukan kadar glukosa darah satu jam setelah memakan 50 gr glukosa) jika
diperlukan, pemeriksaan ini diikuti dengan pemeriksaan toleransi glukosa 3 jam penuh.
2.2.1.2 Etiologi Baby Giant
Penyebab
bayi mengalami makrosomia adalah :
a. Diabetes mellitus (DM)
DM mengakibatkan ibu melahirkan bayi besar (makrosomi)
dengan berat lahir mencapai 4000-5000 gram atau lebih. Namun bisa juga
sebaliknya bayi lahir dengan berat badan rendah, yakni dibawah 2000-2500 gram.
Dampak yang lebih parah yaitu mungkin janin meninggal dalam kandungan karena
mengalami keracunan.
Kehamilan merupakan sesuatu keadaan diabetogenik dengan
resistensi insulin yang meningkat dan ambilan glukosa perifer yang menurun
akibat hormon plasenta yang memiliki aktivitas anti-insulin. Dengan cara ini
janin dapat menerima pasokan glukosa secara kontinu. Insidensinya 3-5% dari
seluruh kehamilan.
Meskipun difusi terpasilitasi dalam membran plasenta, dimana
sirkulasi janin juga ikut terjadi komposisi sumber energi abnormal.
(menyebabkan terjadi kemungkinan komplikasi). Selain itu terjadi juga
hiperinsulinemia sehingga janin juga mengalami gangguan metabolik
(hipoglikemia, hipomagnesemia, hipokalsemia, hiperbilirubinnemia, dan
sebagainya).
Seorang ibu dengan riwayat sakit gula, bila hamil harus
melakukan pemeriksaan laboratorium tentang kadar gula darah untuk mencegah
terjadinya komplikasi kematian bayi didalam rahim. Pemeriksaan kadar gula darah
sebaiknya sebaiknya dapat dilakukan saat usia kehamilan 24-28 minggu, bila
kadar gula darah tidak normal nilai kadar gula harus diturunkan dalam batas
aman atau normal dengan menggunakan suntikan hormon insulin, karena penggunakan
obat penurun gula darah tablet tidak dibenarkan sebab bisa membahayakan bayi.
b. Keturunan (orang tuanya besar)
Seorang ibu hamil gemuk beresiko 4-12 kali untuk
melahirkan bayi besar. Bayi besar dapat disebabkan berat badan ibu yang
berlebihan baik sebelum hamil (obesitas) maupun kenaikannya selama hamil lebih
dari 15 kg.
Dalam penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal
kebidanan dan kandungan tersebut, penelitian melibatkan partisipan lebih dari
40.000 wanita amerika dan bayinya. Setelah dianalisis diperoleh data bahwa satu
dari lima wanita mengalami peningkatan bobot berlebih selama hamil yang
membuatnya beresiko dua kali lipat melahirkan bayi besar . (Manuaba Ida Bagus, 1998)Persalinan dengan penyulit makrosomia umumnya
faktor keturunan memegang peranan penting.Selain itu janin besar dijumpai pada
wanita hamil dengan diabetes mellitus, pada postmaturitasdan pada grande
multipara.
c. Multiparitas dengan riwayat makrosomia sebelumnya
Bila ibu hamil punya riwayat melahirkan bayi makrosomia
sebelumnya, maka dia beresiko 5-10 kali lebih tinggi untuk kembali melahirkan
bayi makrosomia karena umumnya berat seorang bayi yang akan lahir berikutnya
bertambah sekitar 80-120 gr. Bayi besar
( bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4000 gram) dan
sering terjadi pada ibu yang telah sering melahirkan ( multipara ) dibandingkan
dengan kehamilan pertama (Lia, yulianti, 2014).
2.2.1.3 Pemeriksaan Diagnostic
1. Riwayat kehamilan makrosomia, riwayat penyakit DM.
2. Pemeriksaan glukosa darah, glukosa urine.
3. Hb, hematokrit.
4. TFU >40 cm (www. Scrib.com)
2.2.1.4 Komplikasi
Komplikasi
neonatus termasuk komplikasi mekonium, kelumpumpuhan saraf pasiel atau brakial
(palsy), praktur tulang panjang,dan tengkorak dan skor apgar yang rendah.
Keadaan ini terutama tetapi tidak selalu berhubungan dengan kejadian distosia
bahu, laserasi serviks dan vagina, serta pendarahan paska persalinan akibat
atonia uteri atau ruftur uteri.
2.2.1.5 Penanganan
a) Periksa kehamilan di pos bidan desa atau puskesmas baik
itu dilakukan oleh bidan maupun dokter umum akan menjadi tempat skrining awal,
ada tidaknya masalah kehamilan seorang ibu.
b) Dengan periksa hamil teratur dapat ditekan risiko
komplikasi bagi ibu yang sering terjadi akibat bayi besar.
c) Segera dirujuk ke rumah sakit untuk konfirmasi
pemeriksaan sonografi/sesar pada saat menjelang persalinan.
d) Pemeriksaan kadar gula darah.
2.2.2
HIDRAMNION
2.2.2.1 Pengertian Hidromnion
Hidramnion
adalah pengumpulan cairan amnion yang berlebihan, bilamana pertumbuhan rahim
lebih cepat dari yang diperkirakan menurut usia kehamilan (Lisnawati, lilis,
2013). Hidramnion akut adalah penambahan air ketuban secara mebndadak dan cepat
dalam beberapa hari, biasanya terdapat pada kehamilan yang lebih muda bulan
ke-5 dan ke-6. Hidramnion kronis adalah penambahan air ketuban secara perlahan
biasanya usia kehamilan lanjut. Pengukuran tinggi fundus rahim denga pita
pengukur secara serial dari simfisis pubis ke puncak rahim harus meningkat
kira-kira 1cm per minggu pada setengah kehamilan. Jumlah sesungguhnya cairan
amnion pada kasus tersebut biasanya melebihi 2000 ml pada kehamilan aterm,
hanya kira-kira 10000 pasien yang mempunyai volume melebihi 3000 ml.
2.2.2.2 Etiologi
Hidramnion
Secara
teori hidramnion bisa terjadi karena:
1.
Produksi air ketuban
bertambah
Di
duga air ketuban di bentuk oleh sel-sel amnion tetapi air ketuban dapat
bertambah cairan lain masuk kedalam ruangan amnion, misalnya air kencing janin,
dan cairan otak anemcefallus.
Naeye
dan blame (1972) mendentifikasi dilatasi tubulus ginjal, bladder vesica
urinaria ukuran besar , akan meningkatkan output urin pada awal periode
pertumbuhan fetus, hal inilah yang meningkatkan produksi urin fetus yang mengakibatkan
hidramnion.
2.
Pengaliran air ketuban
terganggu
Air
ketuban yang dibentuk secara rutin dikeluarkan dan diganti dengan yanmg baru.
Salah satu cara pengeluaran adalah di telan oleh janin, diabsorbsi oleh usus
kemudian di alirkan ke plasenta untuk akhirnya masuk ke dalam peredaran darah
ibu. Ekskresi air ketuban ini akan terganggu bila janin tidak bisa menelan
seperti pada atresia esofagus dan anencefallus.
Damato
dan koleganya (1993) melaporkan bahwa dari 105 wanitta yang di teliti cairan
amnionya ditemukan hampir 50% dinyatakan hidramnion.
3.
Ada 47 orang hamil
tunggal dengan 1 atau lebih mengalami kelainan kongenital diantaranya kelainan
gastrointenstinal, sistem saraf pusat, thoraks,, skeletal, kelainan kromosom (2
janin mempunyai trisomi 18-edward syndrom dan 2 janin dengan 21-down syndrom)
dan kelainan jantung. 19 orang wanita hamil kembar hhydramnion berhubungan
dengna kehamilan kembar monozigotik, hipotesis telah dibuktikan bahwa salah
satu fetus menguasai 1 bagian sirkulasi dari janin lainnya, dimana fetus yang
satu ini mengalami kardiak hypertrofi dan produksi urin yang meningkat.
2.2.2.3 Diagnosis
1.
Amnemnesis
a.
Perut terasa lebih
besar dan lebih berat dari biasa.
b.
Sesak napas, beberapa
ibu mengalami sesak napas berat pada kasus ekstrim ibu hanya bisa bernafas bila
berdiri tegak.
c.
Nyeri ulu hati dan
sianosis.
d.
Nyeri perut karena
tegangnya uterus.
e.
Ologuria. Kasus sangat
jarang terjadi, hal ini terjadi karena uretra mengalami obstruksi yang membesar
melebihi kehamilan normal.
2.
Inspeksi
a.
Perut terlihat sangat
tegang dan buncit, kulit perut mengkilat, retak-retak kulit jelas terlihat dan
kadang-kadng umbilikus mendatar.
b.
Ibu terlihat sesak dan
sianosis dan terlihat payah karena kehamilannya.
c.
Oedema pada kedua
tungkai, vulva dan abdomen, hal ini terjadi karrena kompresi.
d.
Terhadap sebagian besar
sistem pembuluh darah balik (vena) akibat uterus yang telalu besar.
3.
Palpasi
a.
Perut tegang dan nyeri
tekan.
b.
Fundus uteri lebih
tinggi dari usia kehamilan sesungguhnya.
c.
Bagian-bagian janin
sukar dikenali.
4.
Auskultasi
Denyut
jantung janin sukar didengar.
5.
Pemmeriksaan penunjang
a.
Foto rontgent (bahaya
radiasi).
b.
USG
Banyak
ahli mendefinisikan hidramnion bila indeks cairan amnion (ICA) melebihi 24-25
cm pada pemeriksaan USG.
2.2.2.4 Komplikasi
a.
Pada janin
1.
Kelainan kongenital.
2.
Prematuritas.
3.
Prolapsus tali pusat.
b.
Pada ibu
1.
Solusio plasenta.
2.
Atonia uteri.
3.
Perdarah post partum.
2.2.2.5 Penanganan
a.
Penanganan pada masa
kehamilan
Pada
hidramnion ringan tidak perlu pengobatan khusus. Hidramnion sedang dengan
beberapa ketidaknyaman dapat diatasi, tidak perlu intervensi atau sampai
selaput membran pecah spontan. Jika terdapat sesak nafas atau nyeri pada
abdomen, terapi khusus diperlukan. Bedresss,diuertik, dan air serta diet rendah
garam sangat efektif.
Terapi
endometasin biasa digunakan untuk mengatasi gejala-gejala yang timbul menyertai
hidramnion. Kramer dan koleganya (1994) melalui beberapa hasil penelitianya
membuktikan bahwa indometasin mengurangi produksi cairan dalam paru-paru atau
meningkatkan absorbsi, menurunkan produksi urin fetus dan meningkatkan
sirkulasi cairan dalam membran amnion. Dosis yang boleh diberikan 1.5-3 mg/ kg
perhari. Tetapi pada hidromnion berat maka penderita harus dirawat dan bila
keluhan terlalu hebat dapat dilakukan amnionsinteis (pengambilan sample cairan
ketuban melalui dinding abdomen).
Prinsip
dilakukan amnionsintesis adalah untuk mengurangi distress pada ibu selain itu,
cairan amnion dapat di tes untuk memprediksi kematangan paru-paru janin.
b.
Pada masa persalinan
Bila
tidak ada hal yang mendesak maka sikaf kita adalah menunggu. Jika pada waktu
pemeriksaan dalam ketuban tiba-tiba pecah, maka untuk menghalangi air ketuban
mengalir keluar dengan deras, masukanlah tinju kedalam vagina sebagai tampun
beberapa lama supaya air ketuban keluar pelan-pelan. Maksudnya adalah supaya
tidak terjadi solusio plasenta, syok karena tiba-tiba perut kosong atau
pendarahan postpartum karena atonia uteri.
c.
Pada masa nifas
Observasi
pendarahan postfartum.
Pengobatan
Hidramnion
yang ringan tidak memerlukan terapi dapat diberi sedative dan diet pantang
garam kalau perlu. Apabila ada dispneu dan pasien sukar berjalan sebaiknya dia
dirawat. Dirumah sakit dia diberikan istirahat rebah dan sedative serta apabila
pasien sangat menderita dan kurang tertolong dengan usaha-usaha tersebut diatas
dapat dilakukan unksi selaput janin melalui serviks atau dinding perut. Cairan
hendaknya dikeluarkan dengan perlahan-lahan untuk mencegah terjadinya solusio
plasenta. Punksi biasanya disusul dengan persalinan.
2.2.3
KEHAMILAN KEMBAR/ GANDA
2.2.3.1 Pengertian Kehamilan Kembar
Bila
proses fertilisasi menghasilkan janin lebih dari satu maka kehamilan tersebut
disebut kehamilan ganda (Sarwono, 2009).
Hukum
hellin mengemukakan pertimbangan kehamilan kembar sebai berikut kembar dua:
twin, kembar tiga: triplets, kembar empat: quadruplets, kembar lima:
quantuplets. Cara untuk menentukan perkiraan insidensinya adalah: kembar dua:
1:100, kembar tiga: 1:10.000, kembar empat: 1:750.000 (Sholilah, afifin dan
eniyati, 2013).
Angka
kejadian kehamilan ganda menurut rumus Hellin adalah gemeli 1:80 kehamilan,
triplet 1:802 kehamilan, kuadruplet 1:803 dan seterusnya
(Sarwono, 2009).
Kecenderungan
untuk kehamilan kembar terdapat pada keluarga dengan anggotan kembar, lebih
sering dari pihak ibu. Isindensinya lebih tinggi pada multipara dan suku bangsa
kulit berwarna (Sholilah, afifin dan eniyati,
2013).
Kejadian
kehamilan ganda dipengaruhi oleh faktor genetik, atau keturunan, umur dan
paritas, ras/ suku bangsa dan obat pemicu ovulasi (Sarwono, 2009).
Terdapat
2 jenis kehamilan ganda yaitu:
1. Hamil
ganda monozigotik (satu telur, identik): 1/3 dari seluruh kehamilan ganda
(Sarwono, 2009).
Satu telur :
Setiap
25% kembar dua adalah uniovuler dan ini adalah kembar identik atau kembar yang
sesungguhnya, mereka merupakan hasil pembelahan sperma kantong blastodermik.
Hanya ada satu telur yang dibuahi satu spermatozoon hingga janinnya berasal
dari plasma germinalis yang sama,frekuensi satu telur tidak tergantung pada
keturunan, suku bangsa, umur ibu dan paritas, bayinya slalu mempunyai jenis
kelamin sama atau serupa satu sama lain. Pembelahan yang tida sempurna akan
menghasilkan setiap bentuk mulai dari conjoinet twins sampai monster ganda.
Terdapat satu plasenta,satu chorion dan dua kantong ketuban. Sirkulasi darah
janin saling berhubungan dengan plasenta. Pada beberapa kasus janin yang lebih
kuat memonopoli sirkulasinya. Mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin lainnya
(Sholilah, afifin dan eniyati, 2013).
2. Hamil
ganda dizigotik (dua telur, fraternal): 2/3 dari seluruh kehamilan ganda.
Dua telur :
Sekitar
75% kembar dua adalah binovuler, dua janian tumbuh dari pembuahan dua telur
yang dikeluarkan pada siklus menstruasi yang sama. Insidensi kembar asal dua
telur dipengaruhi oleh keturunan,suku,bangsa,umur ibu dan paritas, masing-masing
bayi mempunyai plasenta,chorion, dan kantong ketuban sendiri-sendiri. Apabila
ova berimplantasi berdekatan kedua plasentaa mungkin tampak menjadi satu.
Meskipun demikian sirkulasii darahnya tetap sama sekali terpisah. Bayinya
disebut anak kembar fraternal.
Mereka
serupa satu sama lain hanya seperti saudara kandung biasa, jenis kelaminnya
mungkin berlainan dan kadang-kadang sama sekali tidak serupa satu dengan yang
lain. Hukum wienberg menyatakan bahwa jumlah kembar dizygotik pada suatu
populasi adalah dua kali jumlah kembar dengan jenis kelamin berlainan sisanya
adalah monozygotik.
2.2.3.2 Diagnosis
Kehamilan Kembar
1. Hasil
pemeriksaan yang memberikan petunjuk :
a. Riwayat
keluarga yang positif.
b. Uterus
dan abdomen kelihatan lebih besar dari yang diharapkan sesuai dengan lamanya
amenorhoe.
c. Pertumbuhan
uterus lebih cepat dari normal.
d. Ada
kenaikan berat badan berlebihan yang tidak diketahui sebabnya.
e. Telah
mendapat pengobatan infertilitas.
f. Gerakan
anak yang terlalu ramai.
2. Gejala-gejala
positif
a. Teraba
dua kepala atau dua bokong
b. Dua
denyut jantung janin yang didengarkan pada waktu bersamaan oleh dua orang
pemeriksa mempunyai selisih frekuensi paling sedikit 10 permenit.
c. Sinar
–X abdomen menunjukan dua skeleton. Ini dapat terlihat pada minggu ke 18 atau
sebelumnya. Akan tetapi skeleton kedua baru dapat dikesampingkan setelah minggu
ke 25.
d. Ultrasonografi
menunjukan adanya dua atau lebih tengkorak janin.
e. Pada
persalinan lahirnya lebih dari satu bayi merupakan bukti yang positif.
3. Diagnosis
kehamilan kembar tidak mudah dibuat kecuali kalau ada kecurigaan yang tinggi.
Seringnya persalinan prematur menyebabkan diagnosis akan lebih sukar lagi
(Sholilah, afifin dan eniyati, 2013).
2.2.3.3 Pengaruh-Pengaruh
Kehamilan Kembar
Pengaruh kepada
ibu :
1. Oleh
karena pengaruh isi intrauterin besar, sering timbul keluhan dari hanya berupa
rasa tidak enak sampai nyeri perut yang sesungguhnya. Tekanan terhadap
diafragma menyebabkan dyspepsia.
2. Beban
mekanis dan metabolik menambah kompleknya kehamilan.
3. Hydramion,
banyaknya air ketuban berlebihan lebih sering terdapat dibandingkan kehamilan
tunggal.
4. Kembar
menaikkan insidensi preeklamsi lima kali.
5. Sering
didapatkan anemia.
6. Kenaikan
berat badan berlebihan terjadi kerena bebarapa sebab, meliputi makan
berlebihan, retensi air, adanya lebih dari satu janin, dan hidramion.
7. Banyaknya
keluhan kerena overaktifitas janin (Sholilah, afifin dan eniyati, 2013).
2.2.3.4 Penatalaksanaan
Kehamilan Kembar
a. Penanganan
dalam kehamilan
1.
Perawatan prenatal yang
baik untuk mengenal kehamilan kembar dan mencegah komplikasi yang timbul, dan
bila diagnosis telah ditegakkan poemeriksaan ulangan harus lebih sering (1 x
seminggu pada kehamilan lebih dari 32 minggu).
2.
Setelah kehamilan 30
minggu koitus perjalanan jauh sebaiknya dihindari karena dapat merangsang
partus prematurus.
3.
Pemakaian korset gurita
yang tidak terlalu ketat diperbolehkan supaya terasa lebih ringan.
4.
Periksa darah lengkap,
Hb dan golongan darah.
b. Penanganan
dalam persalinan
1.
Bila anak pertama
letaknya membujur kala 1 diawasi seperti biasa ditolong seperti biasa, dengan episiotomi
midiolateralis.
2.
Diagnosis yang tepat
adalah penting. Apabila diperlukan digunakan pemeriksaan sinar-X.
3.
Sedativa dan anlgetik
diberikan dengan hati-hati, oleh kerena bayi yang kecil sangat peka terhadap
obat-obatan yang menekan pusat-pusat vital.
4.
Insidensi perdarahan
postpartum yang tinggi memerlukan perhatian khusus, kalau perlu sampai
penyediaan darah yang cocok, terutama kalau passien enemis.
5.
Dalam persalinan,
prosedur pilihan adalah menunggu dengan
penuh kewaspadaan. Hasil terbaik diperoleh apabila dilakukan tindakan
minimal.
6.
Apabila kelahiran sudah
dekat pasien ditempatkan diatas meja bersalin dan berikan infus IV glukosa 5%
dalam air.
7.
Bayi pertama dilahirkan
dengan cara biasa seperti pada kehamilan tunggal.
8.
Tali pusat diikat
dengan dua tempat, untuk mencegah perdarahan anak kedua.
9.
Ergometrin IV tidak
boleh diberikan sebelum anak kedua lahir.
10.
Pemeriksaan dilakuklan
dengan hati-hati untuk menentukan posisi dan turunnya bagian terendah anak
kedua. Kalau kepala atau bokong berada di PAP atau diatasnya dan uterus
berkontraksi (ada his) ketuban di pecah dengan hati-hati agar tali pusat tidak
menunbung. Kalau terjadi inertia saat diberikan oxitosin drip untuk menimbulkan
kembali kontraksi uterus, kalau uterus sudah kontraksi dikerjakan amniotomi.
Bagian terendah dipimpin masuk ke dalam panggul dengan tangan yang berada di
dalam vagina. Kalau perlu dibantu dengan menggunakan tangan satunya. Oleh
karena jalan lahir telah dilebarkan oleh anak pertama, anak kedua turun dengan
cepat ke dasar panggul.
11.
Kalau bagian terendah
sudah mencapai perinium bayi dilahirkan atau dengan pertolongan operatif yang
ringan.
12.
Tindakan operatif
dipertimbangkan apabila presentasi abnormal terjadi gawat janin atau ibu. Atau
apabila anak kedua belum lahir spontan setelah 15 menit, oleh karena resiko
anak kedua semakin besar dengan bertambahnya waktu. Kalau anak kedua presentasi
bokong dikerjakan ekstrasi, kalau letak lintang atau presentasi kepala
dilakukan versi ekstrasi.
13.
Pengukuran isum uterus
secara tiba-tiba dengan lahirnya anak pertama dapat menyebabkan terjadinya
solusio plasentae yang membahayakan anak kedua.
14.
Plasenta dilahirkan
setelah anak kedua lahir.
15.
SC tidak dikerjakan
hanya atas indikasi kehamilan ganda saja. Alasan untuk tindakan operatif adalah
beberapa komplikasi yang menyertai, seperti toxemia gravidarum, perdarahan
antepartum (plasenta previa dan solusio plasenta), letak lintang atau tali
pusat menumbung. Kehamilan kembar tidak lebih membahayakan integritas cicartix
bekas SC tranperitonealis profunda. Untuk kehamilan kembar tidak perlu
direncanakan sectio ulangan lebih awal dari pada kehamilan tunggal (Sholilah,
afifin dan eniyati, 2013).
2.2.3.5 Prinsip penanganan
kehamilan ganda
A.
Bayi I
1.
Chek presentasi
a)
Bila verteks lakukan
pertolongan sama dengan poresentasi normal dan lakukan monitoring dengan
poatograf.
b)
Bila presentasi bokong
lakukan pertolongan sama dengan bayi tunggal presentasi bokong.
c)
Bila letak lintang
lakukan SC.
2.
Monitor janin dengan
auskultasi berkala DJJ.
3.
Pada kala II beri
oksitosin 2,5 IU dalam 500 ml dextrose 5% atau RL 10 tetes/menit.
B. Bayi II dan seterusnya
1.
Segera setelah bayi I
lahir
a.
Palpasi abdomen.
b.
Bila letak lintang
lakukan versi luar.
c.
Periksa DJJ.
2.
Lakukan pemeriksaan
vaginal untuk aadnya prolaps funikuli, ketuban pecah, presentasi bayi.
a.
Bila presentasi verteks
b.
Bila presentasi bokong
c.
Bila letak lintang
3.
Pascapersalinan berikan
oksitosin drip 20 IU dalam 1 liter cairan 60 tetes/ menit atau ergometrin 0.2
mg IM 1 menit sesudah kelahiran anak yang terakhir dan lakukan manajemen kala
III (Sarwono, 2009).
2.2.4
PROLAPSUS TALI PUSAT
2.2.4.1 Diagnosis
Diagnosis hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
dalam dimana terdapat tali pusat di bagian terdepan
2.2.4.2 Komplikasi
1. Gawat
janin atau bayi mati
2. Infeksi
intra partum
3. Partus
prematurus
2.2.4.3 Penanganan
1. Bila
tali pusat tidak berdenyut lagi tunggu partus spontan
Bila tali pusat berdenyut berarti
janin masih hidup dan lakukan penanganan
seperti di bawah ini. Beri oksigen 4-6 l/m dengan masker atau kanula
hidung.
2.
Pembukaan belum lengkap
Jika pembukaan
belum lengkap tindakan hanya ada 2 pilihan yaitu:
a.
Reposisi tali pusat,
atau
b.
Seksio sesarea
c.
Jika reposisi berhasil,
tekan fundus uteri agar bagian terdepan atau terbawah janin turun kalau perlu
berikan oksitosin drips dan tunggu
partus spontan.
d.
Jika reposisi tidak
berhasil dorong bagian terdepan ke atas,
agar tali pusat tidak tertekan dan letakkan ibu dalam posisi trendelenburg atau
exaggrated sims position dengan menaruh bantal di bawah perut atau pinggul dan
segera bawah ke rumah sakit untuk seksio sesarea dengan tangan tetap di
pertahankan di dalam vagina sampai bayi lahir.
e.
Pemberian tokolitik
seperti terbutalin atau sabutamol dengan dosis 0.5 mg IV dapat menolong
mengurangi kontraksi uterus.
3. Pembukaan
sudah lengkap
Bila pembukaan
sudah lengkap dan syarat-syarat dipenuhi persalinan segera di selasaikan sesuai
dengan presentasi janin:
a. Presentasi
kepala:
Pimpin mengedan
dan eksraksi vacum. Bila janin telah meninggal biarkan partus spontan.
b. Presentasi
bokong atau kaki:
Reposisi tali
pusat dan usahakan persalianan pervaginam dengan segera. Jika reposisi tali
pusat gagal lakukan SC.
c. Letak
lintang:
Pertahankan
posisi trendelenburg dan dorong bahu janin ke atas dan segera lakukan SC.
2.2.4.4 Penangan
prolapsus tali pusat menurut lokasi atau tingkat pelayanan.
1.
Lakukan
periksa dalam jika ketuban sudah pecah dan bagian terbawah janin belum turun.
2.
Jika teraba
tali pusat, pastikan tali pusat masih berdenyut atau tidak dengan meletakkan
tali pusat di antara 2 jari.
3.
Lakukan
reposisi tali pusat, jika berhasil usahakan bagian terbawah janin memasuki
rongga panggul dengan menekan fundus uteri dan usahakan dengan segera
persalinan pervaginam.
4.
Suntikkan
terbutalin 0.25 mg SC.
5.
Dorong ke
atas bagian terbawah janin dan segera rujuk ke puskesmas atau langsung ke
rumah sakit.
|
1.
Penangan
sama seperti di atas
2.
Jika
persalinan pervaginam tidak mungkin dilaksanakan segera rujuk ke rumah sakit.
|
1.
Lakukan
evaluasi atau penangan sepertim di atas.
2.
Jika
persalinan pervaginam tidak mungkin terjadi segera lakukan SC.
|
BAB III TINJAUAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Ny. D Nama:
Tn. N
Umur : 28 tahun Umur:
28 tahun
Suku : sunda/ Indonesia suku:
sunda/ indonesia
Agama : ISLAMM
agama:
Islam
Pendidikan:
SMA pendidikan:
SMA
Pekerjaan : IRT pekerjaan:
karyawan
Alamat : jl. Mawar alamat:
jl. Mawar
Kala
I:
1. SUBJEKTIF
Pada tanggal 12
Desember 2014 pukul 06:30 WIB
Keluhan: ibu
mengatakan sudah merasakan mules semenjak jam 24:00 WIB dan keluar lender darah
semenjak jam 19:00 WIB. Riwayat menstruasi: menarche: 13 tahun, siklus: 28
hari, lamanya 5 hari, banyaknya: 4 kali ganti pembalut, disminorhea: ibu
mengatakan nyeri saat haid hari pertama. Riwayat kesehatan keluarga: ibu
mengatakan ada riwayat DM, tidak ada riwayat hamil kembar, tidak ada epilepsy,
hipertensi, stroke. Riwayat kesehatan ibu: ibu mengatakan tidak ada riwayta
penyakit apupun. Riwayat sosio-ekonomi: ibu mengatakan menikah pada usia 20
tahun dengan usia suami 23 tahun, lama pernikahan 7 tahun. Kehamilan saat ini
direncanakan dan di dukung oleh keluarga dan suami. Riwayat persalinan yang
lalu: ibu mengatakan melahirkan anak ke-1 pada tanggal 02 januari 2006,
JK: perempuan, BB: 4000 gr. Ditolong oleh dokter. Riwayat kehamilan saat
ini: HPHT: 03 Maret 2014 TP: 10 Desember 2014. Ibu mengatakan melakukan pemeriksaan
pada trimester 1 pada UK 9 minggu, dan memiliki keluhan mual, muntah. Pada
trimester 2 ibu melakukukan pemeriksaan pada UK 24 minggu keluhan: tidak ada.
Pada trimester 3 ibu mengatakan melakukan pemeriksaan 2 kali oleh bidan,
keluhan : mulai sering BAK dan panas pinggang. Riwayat kontrasepsi: KB suntik 3
bulan, lama pemakaian selama 7 tahun, alasan berhenti: ibu mengatakan ingin
hamil lagi. Pola makan: makan terakhir jam 05:00 WIB, jenis: roti, jumlah: 2
bungkus, minum: air mineral, jumlah: 9 gelas. Pola istirahat terakhir jam 02:00
WIB lamanya 3 jam. Personal hygiene: mandi terakhir: tanggal 11 Desember 2014,
jam 17:00 WIB. BAB dan BAK terakhir: tanggal 11 Desember 2014.
2. OBJEKTIF
Pada tanggal 12
Desember 2014 pukul 06:30 WIB
Keadaan umum:
baik, kesadaran: composmentis, keadaan emosional: stabil, TTV: TD:130/80 mmHg,
N: 90 x/m, R: 20 x/m, S:36,7 0C. BB
sebelum hamil: 58 kg, BB setelah hamil: 77 kgPemeriksaan
head to toe: kepala: tidak ada alopecia, tidak kemerahan, rambut tampak bersih.
Wajah: tidak tampak pucat, tidak ada oedema. Mata: konjungtiva: tidak tampak
pucat, sclera: tidak tampak kuning. Leher: tidak ada pemebengkakan tyroid,
tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada pembesaran vena
jungularis. Payudara: simetris kanan dan kiri, aerola tampak hiperpigmentasi,
putting susu tampak menonjol. Abdomen: bentuk bulat, normal membesar, tidak ada
luka bekas operasi, palpasi abdomen: TFU: 43 cm. Leopold 1: teraba bulat,
lunak, dan tidak melintang (bokong). Leopold 2: puka: teraba panjang,datar,
keras, seperti papan (punggung), puki: teraba bagian-bagian terkecil janin
(ekstremitas). Leopold 3: teraba keras, bulat, melenting (kepala), sudah masuk
PAP. Leopold 4: 3/5 bagian, divergen. DJJ: 120 x/m kuadran kanan bawah perut
ibu. His 3 x 10”30”, vulva vagina: tampak rembesan air ketuban, tidak ada
oedema, tidak ada varises, dan tidak ada pemebesaran kelenjar bartholini.
Pemeriksaan dalam: dinding vagina teraba luas, porsio: tebal, lunak,, pembukaan
5 cm, ketuban (+), presentasi kepala, letak UUK kanan depan, penurunan Hodge
II, tidak ada molase,. Pemeriksaan penunjang: protein urine (-), glukosa (+), USG tanggal 20 November 2014: janin, tunggal, hidup,
preskep, intrauterine.
3. ASSEMENT
Diagnose: Ny. T
usia 28 tahun G2P1A0 hamil 40 minggu inpartu kala I fase aktif janin tunggal
hidup, puka, preskep, perdarahan pascapersalinan, rupture uteri, robekan jalan lahir ,asfiksia,
gawat janin. Kolaborasi dengan dokter SpOG, pasang infus, pasang
oksigen, rujuk ke RS dengan fasilitas SC dan NICU.
4.
PLANNING OF ACTION
1. Memberitahu
hasil pemeriksaan pada ibu saat ini yaitu TTV: TD:110/80 mmHg, N: 90 x/m,
R: 20 x/m, S:36,7 0C, pembukaan 3
cm, pemeriksaan penunjang: USG, TBJ: 4200 gr,tidak ada
kehamilan ganda, tidak ada hidramnion. Glukosa urine(+).
ibu telah mengetahui hasil
pemeriksaan saat ini.
2. Menganjurkan ibu untuk miring kiri agar suplai oksigen ke
janin berjalan lancar. Ibu telah miring kiri dibantu keluarga.
3. Memberikan dukungan yaitu dengan mendengarkan keluhan ibu
dan menganjurkan ibu untuk memberikan dukungan pada ibu dan menemani ibu. Ibu
telah diberi dukungan dan terlihat tenang.
4. Memberikan ibu rehidrasi per oral agar ibu tidak
kehilangan energi. Ibu telah diberi air minum.
5. Evaluasi eliminasi ibu. Menegevaluasi jumlah urin yang
keluar agar tidak terjadi over load cairan. Ibu telah di evaluasi jumlah urin
lebih dari 200 cc.
6. Membuat imformet concemt untuk meminta persetujuan
tindakan rujukan dan menjelaskan kemungkinan yang akan terjadi yaitu apabila
kondisi ibu semakin memburuk maka ibu perlu melakukan tindakan SC. Ibu dan
keluarga telah menyetujui dan menandatangani surat imforment concent.
7. Menyiapkan manajemen rujukan dengan BAKSOKU (B: bidan
menemani saat perjalanan ke RS, A: menyiapakan alat seperti oksigen, ambu bag,
infus seet. K: keluarga, S: surat rujukan RS, O: obat, K: kendaraan, U: uang).
Rujukan telah disiapkan.
8. Merujuk ibu ke RS yang memiliki fasilitas SC dan NICU.
Ibu telah dirujuk.
9. Memantau TTV dan His selam perjalanan menuju RS. TD:110/80 mmHg, N: 75 x/m, R: 18
x/m, S:36,7 0C, His 3 x 10
menit lamanya 30 detik.
10. Ibu telah sampai di RS dan telah di terima dokter Sp. OG.
Dokter memberikan instruksi agar pasien di kateterisasi persiapan untuk
operasi. Bayi lahir SC dengan selamat.
11. Mendokumentasikan
hasil pemeriksaan dalam bentuk SOAP. Pendokumentasian telah dilakukan.
BAB VI PEMBAHASAN
Pada tanggal 12
Maret 2014 Ny. D datang ke BPS Eva dengan keluhan mengatakan mulas semenjak
pukul 24:00 WIB dan keluar lendir darah semenjak jam 19:00 WIB. Pada kasus Ny.
D merupakan tanda-tanda persalinan dan hal ini sesuai dengan teori menurut buku
(Moudy, djami,2013).
Pada tanggal 12
Maret 2014 dilakukan pemeriksaan fisik, dan dari hasil pemriksaan ditunjukkan
TFU > 43, ini menunjukkan adanya baby giant, TBJ 4805 gr. Dimana baby giant
adalah bayi yang begitu lahir memiliki bobot lebihd ari 4000 gram.
Padahal pada normalnya, berat bayi baru lahir adalah sekitar 2.500-4000
gram.Berat neonatus pada umumnya kurang dari 4000 gram dan jarang melebihi 5000
gram. Hal ini sesuai menurut teori (www.wikimu.com). Dari
hasil anamnesis keluarga pasien memiliki riwayat DM, riwayat makrosomia dan
hasil pemriksaan penunjang menunjukkan adanya glukosa urine yang mengarah ke
penyakit DM hal ini sesuai dengan teori buku (Manuaba,1998. dan Lia, yulianti,
2014) . Keadaan Ny. D merupakan persalinan patologis yang perlu dilakukan
tindakan perujuksn. Bidan Eva melakukan perujukan ke RS Sari Asi Tangerang
untuk tindakan SC hal ini sesuai dengan teori ( Lia, yulianti, 2014). Saat sebelum dirujuk bidan Eva melakukan
pemantauan TTV dengan batas yang masih normal. Dan bayi Ny. D ditolong dengan
SC .
BAB V PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Persalinan patologis merupakan
persalinan yang berada dalam kondisi sulit atau buruk sehingga membawa akibat
yang buruk pula pada ibu hamil dan anak, bahkan kematian (Eniyati , Sholilah afifin, 2013).
Dari uraian materi dan pembahasan kasus
tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa pentingnya asuhan yang diberikan oleh
bidan terhadap ibu baik secara professional pada masa, persalinan. Sehingga deteksi dini
adanya komplikasi yang mungkin terjadi dapat dihindari. Dengan hal tersebut maka AKI dan AKB dapat turunkan
sesuai program MDG’s.
5.2 Kritik dan
Saran
a.
Bagi Pendidikan
Diharapkan
bagi pendidikan mampu meningkatkan keterampilanmahasiswa dalam memberikan
asuhan kebidanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal pada ibu hamil,
bersalin dan nifas.
b.
Bagi Klien/ Masyarakat
Diharpkan
bagi masyrakat mampu memamfaatkan fasilitas dan pelyanan kesehatan dan ikut
bekerjasama dengan tenaga kesehatan dalam mewujudkan kesehatan pribadi dan
keluarga.
Daftar
Pustaka
Rukiah,
Ai Yeyeh. 2010. Asuhan Kebidanan Patologi
Kebidanan. Trans Info Media, Jakarta
Yulianti,
Lia. 2010. Asuhan Kebidanan Patologi
Kebidanan. Trans Info Media, Jakarta
Prawirohardjo,
Sarwono. 2009. Pelayanan Kesehatan
Materna dan Neonatal. PT. Pustaka, Jakarta
Eniyati.
2013. Asuhan Kebidanan pada Persalinan
Patologi. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Sholihah,
Afifin. 2013. Asuhan Kebidanan pada
Persalinan Patologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Lisnawati,
Lilis. 2013. Asuhan Kebidanan
Kegawatdaruratan Maternal neonatal, Trans Info Media, Jakarta
Moudy, MMPd, M.Kes, M. Keb. Asuhan Persalinan normal dan Bayi Baru Lahir.TIM, Jakarta